Oleh Moh. Syarif Hidayat
Tak elok rasanya jika membahas seksualitas tanpa melibatkan Foucault karena dalam sebuah bukunya yang terkenal The History of Sexuality (1979) membongkar sejarah seksualitas dan berbagai perubahan pandangan terhadap objek ini.
Menurut Foucault, pada awal abad XVII kegiatan yang mengarah kepada seksualitas masih sangat terbuka. Pada masa itu masih dijumpai kegiatan seksual yang tidak ditutup-tutupi. Kata-kata bernada seks dilontarkan dengan bebasnya, dan berbagai hal yang menyangkut seks tidak disamarkan. Ketika itu yang harap dianggap halal. Ukuran untuk tingkah laku vulgar, jorok, tidak santun sangat longgar. Kita masih bisa menemukan berbagai kial yang menjurus, kata-kata polos, pelanggaran norma yang terang-terangan, aurat yang dipertontonkan, anak-anak bugil yang lalu-lalang tanpa rasa malu ataupun menimbulkan reaksi orang dewasa: tubuh-tubuh, pada waktu itu, tenggelam dalam keasyikan.
17 December 2009
03 December 2009
MARXISME DAN SASTRA: BEBERAPA ISU UTAMA
Oleh Sarip Hidayat
A. Pendahuluan
Meskipun lebih banyak berkutat pada tulisan-tulisan mengenai politik dan ekonomi, tidak berarti Karl Marx mengenyampingkan bidang lainnya, dalam hal ini sastra dan kebudayaan. Sebagai orang yang pernah bersentuhan dengan kesusastraan, misalnya karena ia juga seorang penulis puisi dan sejumlah fragmen drama, Marx berbicara mengenai kesusastraan dihubungkan dengan kenyataan sosial sejarah masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penciptaan karya sastra.
A. Pendahuluan
Meskipun lebih banyak berkutat pada tulisan-tulisan mengenai politik dan ekonomi, tidak berarti Karl Marx mengenyampingkan bidang lainnya, dalam hal ini sastra dan kebudayaan. Sebagai orang yang pernah bersentuhan dengan kesusastraan, misalnya karena ia juga seorang penulis puisi dan sejumlah fragmen drama, Marx berbicara mengenai kesusastraan dihubungkan dengan kenyataan sosial sejarah masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penciptaan karya sastra.
01 December 2009
IN MEMORIAM MWA
-dan senja pun usai
Di rumah kita engkau tegakkan kembali tiang itu
Bersama berto menjadi gembala yang riang
Menyusun sajak di langit malam
Terkadang kau bisikkan di dada perempuan
Kau titipkan rumah kita kepada kami
Untuk terus hadir dan bergulir
Kepada wildan, kepada lukman
Dan sejumlah nama belakangan
Di serang, kau retas jalan baru bersama tetanggamu yang setia
Penyair lugu dia punya nama
Sekian musim aku kehilangan
Tapi tidak untuk kebahagiaan:
Seorang teman telah menjadi sastrawan kenamaan
Namamu tercatat indah dalam setiap terbitan
Di horison engkau menjadi kebanggaan
Asas mengembang, kami mengembang
rumah kita memang sudah lantak
puing-puing dibersihkan dalam sekejap
namun semangat kami kadung berkobar
tak lekang oleh sang kehendak
kami melihatmu, kami melihatmu
suatu masa kita bersua
samasama meretas kembali jalan sastra
di beranda ini engkau sempat membaca
untaian puisi penyair Persia
aku terpesona, aku terpesona
sampai suatu ketika
kau tinggalkan beranda ini dengan tergesa
sakitmu memang menjadi pertanda
bahkan kirimanku belum sempat kau balas pula
kabar itu terasa menyesakkan dada
mengapa engkau mati muda?
Di kamar ini, engkau pernah menjadi penghuni
Kini kutinggali dengan sepenuh hati
Berteman parfum, sabun mandi, dan sejumlah barang
Yang kau tinggalkan
Juga kenangan.
Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan.
Depok, 23 November 2009
Di rumah kita engkau tegakkan kembali tiang itu
Bersama berto menjadi gembala yang riang
Menyusun sajak di langit malam
Terkadang kau bisikkan di dada perempuan
Kau titipkan rumah kita kepada kami
Untuk terus hadir dan bergulir
Kepada wildan, kepada lukman
Dan sejumlah nama belakangan
Di serang, kau retas jalan baru bersama tetanggamu yang setia
Penyair lugu dia punya nama
Sekian musim aku kehilangan
Tapi tidak untuk kebahagiaan:
Seorang teman telah menjadi sastrawan kenamaan
Namamu tercatat indah dalam setiap terbitan
Di horison engkau menjadi kebanggaan
Asas mengembang, kami mengembang
rumah kita memang sudah lantak
puing-puing dibersihkan dalam sekejap
namun semangat kami kadung berkobar
tak lekang oleh sang kehendak
kami melihatmu, kami melihatmu
suatu masa kita bersua
samasama meretas kembali jalan sastra
di beranda ini engkau sempat membaca
untaian puisi penyair Persia
aku terpesona, aku terpesona
sampai suatu ketika
kau tinggalkan beranda ini dengan tergesa
sakitmu memang menjadi pertanda
bahkan kirimanku belum sempat kau balas pula
kabar itu terasa menyesakkan dada
mengapa engkau mati muda?
Di kamar ini, engkau pernah menjadi penghuni
Kini kutinggali dengan sepenuh hati
Berteman parfum, sabun mandi, dan sejumlah barang
Yang kau tinggalkan
Juga kenangan.
Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan.
Depok, 23 November 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)