SUATU PAGI DI TEPIAN SUNGAI I
Ingin kubawa riakmu ke kotaku
Agar mereka mengenal arti kesabaran
Ingin kubawa beningmu ke kotaku
Agar mereka mengenal arti kejujuran
Ingin kubawa gemericikmu ke kotaku
Agar mereka mengenal arti keindahan
Ingin kubawa batu-batumu ke kotaku
Agar mereka mengenal arti kekuatan
Ingin kubawa dinginmu ke kotaku
Agar mereka mengenal arti kesejukan
Ah, sebenarnya
Ingin kubawa tubuhmu ke kotaku
Agar mereka mengenal kembali silsilah masa silam.
Sumedang, 2013
03 October 2014
17 December 2009
SEKSUALITAS: DARI RUANG PRIVAT KE RUANG PUBLIK
Oleh Moh. Syarif Hidayat
Tak elok rasanya jika membahas seksualitas tanpa melibatkan Foucault karena dalam sebuah bukunya yang terkenal The History of Sexuality (1979) membongkar sejarah seksualitas dan berbagai perubahan pandangan terhadap objek ini.
Menurut Foucault, pada awal abad XVII kegiatan yang mengarah kepada seksualitas masih sangat terbuka. Pada masa itu masih dijumpai kegiatan seksual yang tidak ditutup-tutupi. Kata-kata bernada seks dilontarkan dengan bebasnya, dan berbagai hal yang menyangkut seks tidak disamarkan. Ketika itu yang harap dianggap halal. Ukuran untuk tingkah laku vulgar, jorok, tidak santun sangat longgar. Kita masih bisa menemukan berbagai kial yang menjurus, kata-kata polos, pelanggaran norma yang terang-terangan, aurat yang dipertontonkan, anak-anak bugil yang lalu-lalang tanpa rasa malu ataupun menimbulkan reaksi orang dewasa: tubuh-tubuh, pada waktu itu, tenggelam dalam keasyikan.
Tak elok rasanya jika membahas seksualitas tanpa melibatkan Foucault karena dalam sebuah bukunya yang terkenal The History of Sexuality (1979) membongkar sejarah seksualitas dan berbagai perubahan pandangan terhadap objek ini.
Menurut Foucault, pada awal abad XVII kegiatan yang mengarah kepada seksualitas masih sangat terbuka. Pada masa itu masih dijumpai kegiatan seksual yang tidak ditutup-tutupi. Kata-kata bernada seks dilontarkan dengan bebasnya, dan berbagai hal yang menyangkut seks tidak disamarkan. Ketika itu yang harap dianggap halal. Ukuran untuk tingkah laku vulgar, jorok, tidak santun sangat longgar. Kita masih bisa menemukan berbagai kial yang menjurus, kata-kata polos, pelanggaran norma yang terang-terangan, aurat yang dipertontonkan, anak-anak bugil yang lalu-lalang tanpa rasa malu ataupun menimbulkan reaksi orang dewasa: tubuh-tubuh, pada waktu itu, tenggelam dalam keasyikan.
03 December 2009
MARXISME DAN SASTRA: BEBERAPA ISU UTAMA
Oleh Sarip Hidayat
A. Pendahuluan
Meskipun lebih banyak berkutat pada tulisan-tulisan mengenai politik dan ekonomi, tidak berarti Karl Marx mengenyampingkan bidang lainnya, dalam hal ini sastra dan kebudayaan. Sebagai orang yang pernah bersentuhan dengan kesusastraan, misalnya karena ia juga seorang penulis puisi dan sejumlah fragmen drama, Marx berbicara mengenai kesusastraan dihubungkan dengan kenyataan sosial sejarah masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penciptaan karya sastra.
A. Pendahuluan
Meskipun lebih banyak berkutat pada tulisan-tulisan mengenai politik dan ekonomi, tidak berarti Karl Marx mengenyampingkan bidang lainnya, dalam hal ini sastra dan kebudayaan. Sebagai orang yang pernah bersentuhan dengan kesusastraan, misalnya karena ia juga seorang penulis puisi dan sejumlah fragmen drama, Marx berbicara mengenai kesusastraan dihubungkan dengan kenyataan sosial sejarah masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penciptaan karya sastra.
01 December 2009
IN MEMORIAM MWA
-dan senja pun usai
Di rumah kita engkau tegakkan kembali tiang itu
Bersama berto menjadi gembala yang riang
Menyusun sajak di langit malam
Terkadang kau bisikkan di dada perempuan
Kau titipkan rumah kita kepada kami
Untuk terus hadir dan bergulir
Kepada wildan, kepada lukman
Dan sejumlah nama belakangan
Di serang, kau retas jalan baru bersama tetanggamu yang setia
Penyair lugu dia punya nama
Sekian musim aku kehilangan
Tapi tidak untuk kebahagiaan:
Seorang teman telah menjadi sastrawan kenamaan
Namamu tercatat indah dalam setiap terbitan
Di horison engkau menjadi kebanggaan
Asas mengembang, kami mengembang
rumah kita memang sudah lantak
puing-puing dibersihkan dalam sekejap
namun semangat kami kadung berkobar
tak lekang oleh sang kehendak
kami melihatmu, kami melihatmu
suatu masa kita bersua
samasama meretas kembali jalan sastra
di beranda ini engkau sempat membaca
untaian puisi penyair Persia
aku terpesona, aku terpesona
sampai suatu ketika
kau tinggalkan beranda ini dengan tergesa
sakitmu memang menjadi pertanda
bahkan kirimanku belum sempat kau balas pula
kabar itu terasa menyesakkan dada
mengapa engkau mati muda?
Di kamar ini, engkau pernah menjadi penghuni
Kini kutinggali dengan sepenuh hati
Berteman parfum, sabun mandi, dan sejumlah barang
Yang kau tinggalkan
Juga kenangan.
Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan.
Depok, 23 November 2009
Di rumah kita engkau tegakkan kembali tiang itu
Bersama berto menjadi gembala yang riang
Menyusun sajak di langit malam
Terkadang kau bisikkan di dada perempuan
Kau titipkan rumah kita kepada kami
Untuk terus hadir dan bergulir
Kepada wildan, kepada lukman
Dan sejumlah nama belakangan
Di serang, kau retas jalan baru bersama tetanggamu yang setia
Penyair lugu dia punya nama
Sekian musim aku kehilangan
Tapi tidak untuk kebahagiaan:
Seorang teman telah menjadi sastrawan kenamaan
Namamu tercatat indah dalam setiap terbitan
Di horison engkau menjadi kebanggaan
Asas mengembang, kami mengembang
rumah kita memang sudah lantak
puing-puing dibersihkan dalam sekejap
namun semangat kami kadung berkobar
tak lekang oleh sang kehendak
kami melihatmu, kami melihatmu
suatu masa kita bersua
samasama meretas kembali jalan sastra
di beranda ini engkau sempat membaca
untaian puisi penyair Persia
aku terpesona, aku terpesona
sampai suatu ketika
kau tinggalkan beranda ini dengan tergesa
sakitmu memang menjadi pertanda
bahkan kirimanku belum sempat kau balas pula
kabar itu terasa menyesakkan dada
mengapa engkau mati muda?
Di kamar ini, engkau pernah menjadi penghuni
Kini kutinggali dengan sepenuh hati
Berteman parfum, sabun mandi, dan sejumlah barang
Yang kau tinggalkan
Juga kenangan.
Selamat jalan, semoga selamat sampai tujuan.
Depok, 23 November 2009
23 November 2009
TETANGGA
-mwa dan hfr
“Tetangga adalah sahabat
yang paling baik, “ katamu suatu hari
di sela-sela percintaan
“Tetangga adalah sahabat
yang paling kubenci, “ demikian katamu
suatu hari di ujung percintaan.
Akhirnya kaupun berucap
Di sela-sela sujudmu,
“Tetangga adalah sahabat yang
paling kubenci dan paling kurindu.”
Setelah itu kau meninggalkan rumah
Dengan tergesa-gesa.
Bandung, 1997--2009
Cat: puisi ini dibuat pada tahun 1997 sewaktu saya masih kuliah di UPI. Sengaja saya tampilkan kembali untuk mengenang kakak kita tercinta, Moh. Wan Anwar yang meninggal pada pukul 04.00 hari Senin, 23 November 2009 di RS Sari Asih, Serang. Semoga arwah beliau diterima di sisi Allah. Selamat jalan, Kang. kehilanganmu adalah kesedihan kami.
“Tetangga adalah sahabat
yang paling baik, “ katamu suatu hari
di sela-sela percintaan
“Tetangga adalah sahabat
yang paling kubenci, “ demikian katamu
suatu hari di ujung percintaan.
Akhirnya kaupun berucap
Di sela-sela sujudmu,
“Tetangga adalah sahabat yang
paling kubenci dan paling kurindu.”
Setelah itu kau meninggalkan rumah
Dengan tergesa-gesa.
Bandung, 1997--2009
Cat: puisi ini dibuat pada tahun 1997 sewaktu saya masih kuliah di UPI. Sengaja saya tampilkan kembali untuk mengenang kakak kita tercinta, Moh. Wan Anwar yang meninggal pada pukul 04.00 hari Senin, 23 November 2009 di RS Sari Asih, Serang. Semoga arwah beliau diterima di sisi Allah. Selamat jalan, Kang. kehilanganmu adalah kesedihan kami.
19 November 2009
LARON
Tibatiba saja kalian datang
Di beranda ini cahaya begitu redup
Tetapi beratus-ratus laron berdatangan mencumbui
Menari-nari sampai tak tahu diri
Sayap bertanggalan engkau tak peduli
Merangkak di lantai yang licin namun kusam
Apa yang kau cari sesungguhnya
Sementara kau asyik menggerayangi tubuhku
Kau patahkan sayapmu satusatu
Telanjang
Apakah karena cahaya yang membuat engkau terpesona
Ataukah hujan yang telah reda
Barangkali engkau rindu padaku
Yang sesekali mematikan lampu
Kemudian tak kuasa melihatmu menjadi beringas
Kau masuki rumah lebah, kau susuri mata penyair,
Kau masih setia menggerayangi kaki dan kulit tanganku
Sejenak kemudian engkau menghilang, entah
Mati atau mencari jalan pulang
Beribu-ribu sayap berserakan di lantai kusam
Beratus-ratus laron mati telentang
Entah kenapa
Apakah ekstase yang begitu memabukkan
Ataukah memang begitu kodrat alam
Engkau berpesta cahaya
Setelah itu mati dengan leluasa
Bertelanjang dada
Depok, November 2009
Di beranda ini cahaya begitu redup
Tetapi beratus-ratus laron berdatangan mencumbui
Menari-nari sampai tak tahu diri
Sayap bertanggalan engkau tak peduli
Merangkak di lantai yang licin namun kusam
Apa yang kau cari sesungguhnya
Sementara kau asyik menggerayangi tubuhku
Kau patahkan sayapmu satusatu
Telanjang
Apakah karena cahaya yang membuat engkau terpesona
Ataukah hujan yang telah reda
Barangkali engkau rindu padaku
Yang sesekali mematikan lampu
Kemudian tak kuasa melihatmu menjadi beringas
Kau masuki rumah lebah, kau susuri mata penyair,
Kau masih setia menggerayangi kaki dan kulit tanganku
Sejenak kemudian engkau menghilang, entah
Mati atau mencari jalan pulang
Beribu-ribu sayap berserakan di lantai kusam
Beratus-ratus laron mati telentang
Entah kenapa
Apakah ekstase yang begitu memabukkan
Ataukah memang begitu kodrat alam
Engkau berpesta cahaya
Setelah itu mati dengan leluasa
Bertelanjang dada
Depok, November 2009
18 November 2009
KEPADA NAILA
Sebentar!
Kupintal dulu jejak musim tentangmu
Sedang lumpur berkuasa waktu itu
Kehilangan menjadi situasi yang gemetaran
Baiklah!
Mari kita bercakap tentang waktu
Berdetak dan mengalun syahdu
Membuat sesal datang belakangan
Ahai!
Engkau kembali, engkau kembali
Merenda senja menjadi malam, memeluk malam dalam dekapan
Ada yang berpendar dalam hati, liar namun mengasyikkan
Ada cerita yang belum usai dipentaskan
Ada episode yang belum sempat dituliskan.
Jakarta, November 2009
Kupintal dulu jejak musim tentangmu
Sedang lumpur berkuasa waktu itu
Kehilangan menjadi situasi yang gemetaran
Baiklah!
Mari kita bercakap tentang waktu
Berdetak dan mengalun syahdu
Membuat sesal datang belakangan
Ahai!
Engkau kembali, engkau kembali
Merenda senja menjadi malam, memeluk malam dalam dekapan
Ada yang berpendar dalam hati, liar namun mengasyikkan
Ada cerita yang belum usai dipentaskan
Ada episode yang belum sempat dituliskan.
Jakarta, November 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)